Tipe-tipe Budaya Politik: Parokial, Subjek, dan Partisipan


Budaya politik adalah landasan sistem politik, yang member jiwa atau warna pada sistem politik, atau yang member arah pada peran-peran politik yang dilakukan oleh struktur politik. Berdasarkan sikap, nilai, informasi dan kecakapan politik yang dimiliki, orientasi warga Negara terhadap kehidupan politik dan pemerintahan negaranya (budaya politiknya) dapat digolongkan ke dalam tiga tipe, yakni budaya politik parochial, budaya politik subjek, dan budaya politik partisipan, sebagaimana diuraikan berikut ini.

1. Budaya Politik Parokial
Budaya politik parokial (parochial political culture) in terbatas pada satu wilayah atau lingkup yang kecil atau sempit. Pada umumnya budaya politik ini terdapat dalam masyarakat yang tradisional dan sederhana. Dalam masyarakat seperti ini, spesialisasi sangat kecil dan belum banyak berkembang. Demikian pula, karena terbatasnya differensiasi sosial para pelaku politik sering melakukan perannya serempak dengan perannya dalam bidang ekonomi, keagamaan, dan lain-lain.

Selain itu, tidak ada peran politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri. Pada kebudayaan parokial, anggota masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas, kecuali dalam batas tertentu di tempat mereka tinggal; itu pun terbatas dalam bentuk kesadaran anggota masyarakat akan adanya pusat kekuasaan politik dalam masyarakatnya.

Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews (1986:42) bahkan menyatakan bahwa budaya politik parokial menunjuk pada “orang-orang yang samasekali tidak menyadari atau mengabaikan adanya pemerintahan atau politik. Mereka ini mungkin buta huruf, tinggal di desa yang terpencil, atau mungkin nenek-nenek tua yang tidak tanggap terhadap hak pilih dan mengungkung diri dalam kesibukan keluarga”. Mereka juga kebanyakan bermata-pencaharian sebagai petani dan buruh tani yang hidup dan bekerja di perkebunan-perkebunan di mana kontak dengan sistem politik kecil sekali.

2. Budaya Politik Subjek
Menurut Mochtar Masoed dan Colin MacAndrews, budaya politik subjek (subject political culture) menunjuk pada “orang-orang yang secara pasif patuh pada pejabat-pejabat pemerintahan dan undang-undang, tetapi tidak melibatkan diri dalam politik ataupun memeberikan suara pada pemilihan”. Menurut Rusadi Kantaprawira (1985:37), dalm budaya politik ini anggota masyarakat telah mempunyai minat, perhatian, mungkin juga kesadaran, terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama terhadap aspek output alias keputusan-keputusan politik yang diambil; akan tetapi, frekuensi perhatiannya terhadap sistem politk sangat rendah terutama pada aspek input, sementara kesadarannya sebagai aktor politik boleh dikatakan belum tumbuh.

Selain itu, pandangan nyata mereka terhadap objek politik dapat dilihat dari pernyataannya baik berupa kebanggaan, ungkapan sikap mendukung maupun sikap bermusuhan terhadap sistem. Posisinya pada pokoknya dapat dikatakan posisi yang pasif. Mereka menganggap dir tidak berdaya mempengaruhi atau mengubah sistem. Karena itu, mereka cenderung menyerah saja peda segala kebijakan dan keputusan yang diambil oleh pemeran politik. Keputusan itu dianggapnya sebagai sesuatu yang tidak dapat diubah, dikoreksi apalagi ditentang. Tidak ada jalan lain baginya kecuali menerima saja sistem sebagaimana adanya, patuh, setia (loyal), dan mengikuti segala instruksi dan anjuran para pemimpin politiknya.

Ciri lainnya adalah adanya persepsi (pemahaman dan penerimaan) masyarakat bahwa masyarakat terstruktur secara hirarkis. Dalam hal ini, seorang individu atau kelompok sudah diguratkan menerima saka keadaan dan harus puas menerima “kodrat”-nya. Tingkat kepatuhan pada budaya politik ini sangat tinggi. Bila tidak menyukai sistem, seorang menyimpan saja dalam sanubarinya. 

Sikap demikian mungkin tidak dimanifestasikan secara terang-terangan karena memang tidak ada kepastian untuk mengubah atau melawan. Budaya politik seperti ini merupakan hasil “bentukan” keadaan tertentu. Perlu kiranya dipertimbangkan untuk ditelaah, misalnya pengaruh status koloni, penjajah, atau corak dictator/otoriter terhadap budaya poltik ini. Dalam hal ini, sikap anggota masyarakat yang pasif bukan berarti secara potensial dapat diabaikan.

3. Budaya Politik Partisipan
Budaya politik partisipan (participant political culture) adalah suatu bentuk budaya di mana anggota masyarakat cenderung diorientasikan secara eksplisit terhadap sistem secara keseluruhan dan terhadap struktur dan proses politik serta administratif (Almond dan Verba, 1984:22). 

Budaya politik ini ditandai oleh kesadaran bahwa dirinya ataupun orang lain sebagai anggota aktif dalam kehidupan poltiik. Ini menunjuk pada orang-orang yang melibatkan diri dalam kegiatan politik, paling tidak dalam kegiatan pemberian suara (voting) dan memperoleh informasi yang cukup banyak tentang kehidupan politik. Seseorang dengan sendirinya menyadari hak dan kewajibannya, dan dapat pula direalisasikan dan menggunakan hak serta menanggung kewajibannya. Tidak diharapkan seseorang menerima begitu saja keadaan, berdisiplin-mati, tunduk terhadap keadaan. Itu tidak lain karena ia merupakan salah satu mata rantai aktif proses politik. Dengan demikian, seseorang dalam budaya politik partisipan dapat menilai dengan penuh kesadaran baik sistem sebagai totalitas, input, dan output, maupun posisi dirinya sendiri.