Criterion-related Validity


Criterion-related Validity | salam pengetahuan! Teman pembaca, Criterion-related Validity terbagi dalam dua kategori, yaitu validitas prediktif dan validitas konkuren. Penjelasan masing-masing validitas tersebut dapat diketahui melalui uraian berikut.

1. Validitas Prediktif
Validitas tes berdasarkan kriteria yakni umumnya tes yang akan diuji validitasnya disebut prediktor. Statistik yang diperlukan untuk pengujian validitas ini adalah koefisien korelasi antara skor tes sebagai prediktor dan skor suatu kriteria. Mardapi (2004) mengatakan bahwa prosedur guna mencapai criterion-related validity menghendaki adanya kriteria eksternal yang dapat dihubungkan dengan skor tes yang diuji validitasnya. Kriteria dalam hal ini adalah variabel perilaku yang akan diprediksi oleh skor tes. Koefisien korelasi antara skor tes (X) dengan kriteria (Y) merupakan koefisien validitas yang menunjukkan kekuatan validitas prediktif suatu tes.

Pembaca, apabila skor kriteria validasi merupakan skor yang hendak di prediksi oleh tes dan karenanya baru dapat diperoleh setelah tenggang waktu tertentu setelah tes dikenakan, maka prosedur validasi berdasar kriteria akan menghasilakan sebuah statistik yang disebut koefisien validitas prediktif (Azwar, 2004). Selanjutnya, Azwar memberikan ilustrasi sebagai berikut: Tes A dirancang sebagai alat seleksi dalam memilih calon operator komputer yang akan diterima diantara sekian banyak pelamar. Pemilihan calon yang akan diterima harus berdasarkan prediksi bahwa mereka yang akan diterima akan berhasil dalam pekerjaannya. Misalnya tes A mengukur kemampuan psikologis tertentu, misalnya motivasi, jadi skor tes A merupakan predictor keberhasilan kerja. Kalau tes A memang baik sebagai alat prediksi keberhasilan kerja, pastilah pelamar yang diterima bekerja, karena skornya tinggi pada tes A, akan berhasil nantinya dalam pekerjaan mereka. Berhasil dalam arti, memiliki ukuran-ukuran keberhasilan. Misal keberhasilan iu dapat diketahui dari hasil rating yang dilakukan oleh asesor setelah mereka bekerja.

Untuk dapat menguji validitas prediktif tes A, diperlukan skor hasil rating dari asesor setelah pelamar yang diterima bekerja. Prosedurnya adalah menghitung korelasi antara skor yang diperoleh pelamar pada saat dites (skor motivasi) dengan tes A dengan skor hasil rating assessor. Semakin tinggi korelasi antara kedua skor tersebut, maka semakin baik validitas prediktif tes A tersebut.

Selanjutnya, sekadar untuk mengingatkan bahwa validitas prediktif diuji dengan cara menghitung kecocokan antara skor-tampak tes (skor pelamar pada saat diseleksi) dan skor kriterianya (skor hasil rating assessor setelah bekerja). Akan tetapi, dalam berbagai hal sering terjadi apa yang disebut retriksi sebaran (retriction of range) baik pada distribusi skor tes sebagai prediktor maupun pada distribusi skor kriteria.

Contoh lain misalnya, skor tes masuk perguruan tinggi yang mana sebagian besar calon mahasiswa dikenai tes (SBMPTN) masuk yang pada dasarnya adalah prediktor terhadap keberhasilan belajar mereka setelah menjadi mahasiswa. Mereka yang mencapai skor tertentu dapat diterima dan diperbolehkan belajar di perguruan tinggi, sedangkan sisanya ditolak. Karena tes masuk tersebut dirancang guna membedakan antara mereka yang memiliki kemungkinan besar untuk berhasil dalam belajar di perguruan tinggi dan yang tidak, maka selayaknya bila kriteria yang dipakai sebagai indikator keberhasilan itu adalah indeks prestasi (IP) mereka setelah beberapa semester menjadi mahasiswa. Hanya saja, karena tidak semua calon mahasiswa dapat diterima maka skor kriteria hanya dapat diperoleh dari mereka yang diterima menjadi mahasiswa saja, jadi merupakan sampel yang relatif homogen karena hanya diambil dari ujung distribusi skor tes masuk. Jadi, korelasi antara skor prediktor dan skor kriteria hanya dapat dihitung berdasar data sampel yang relative terbatas heterogenitasnya.

Bagaimana efek restrisik sebaran ini terhadap koefisien validitas? Bila skor prediktor adalah X dan skor kriteria adalah Y, korelasi antara X dan Y adalah r­XY yang merupakan koefisien validitas prediktif tes X. Hubungan antara rXY dan kesalahan standar estimasi (standard error of estimate) dilukiskan sebagai :

s YX = s y Ö 1- r 2 xy


r 2 XY = 1 – s 2 y . x  / s2y

Keterangan :
s Y X  = kesalahan standar estimasi X terhadap Y, yaitu deviasi standard distribusi Y untuk harga X tertentu
s y  = Deviasi standar skor criteria Y (distribusi marginal)
r XY = Koefisien korelasi antara perdiktor X dan criteria Y.

Dengan asumsi homoscedasticity, maka harga s Y X   akan mengecil akibat restriksi sisematis yang terjadi, sedangkan harga s 2 y . x  / s2y akan membesar dan r 2 XY  akan mengecil. Jadi koefisien validitas  r XY   menjadi rendah. Secara umum dapat dikatakan bahwa restriksi sebaran yang menjadikan varasi skor murni prediktor kecil akan menghasilkan underestimasi terhadap koefisien validitas yang sesungguhnya. Tabel berikut, diberikan contoh perhitungan validitas prediktif, tes A yang digunakan untuk seleksi dalam penerimaan operator komputer.

Tabel 1. Ilustrasi Pengujian Validitas Prediktif
Nama subjek yang diterima
Skor Tes Masuk (X)
Hasil rating assessor setelah bekerja (Y)
Asep
Begi
Dayat
Ebi
Hendrik
Ismu
Iwan
Kahar
Rustam
Wasis
112
107
98
99
112
105
107
100
105
110
9
9
7
4
10
9
8
7
7
9
Korelasi antara skor tes A dengan skor kriteria, r XY  =0.81

Tampak pada tabel 1, besarnya korelasi antara skor masuk tes A (X) dengan skor ratting assessor (Y) adalah r XY  =0.81. ini menunjukkan bahwa tes A memiliki validitas prediktif yang baik. Selanjutnya, dapat dihitung kesalahan standar estimasi skor X terhadap skor Y, dengan terlebih dahulu menghitung standar deviasi skor kriteria s y  = 1.73. Subsitusikan nilai r XY  dan s y  pada persamaan

s YX = s y Ö 1- r 2 xy
s YX = (1.73) Ö 1- 0.81
s YX = 0.0145

Jadi kesalahan standar estimasi sebesar 0.0145. Angka ini menunjukkan bahwa kesalahan standar estimasi masih tergolong dapat ditolerir.

2. Validitas Konkuren
Pada dasarnya, dalam menyusun dan mengembangkan instrumen psikologi, pengujian validitas suatu instrument dala menjalankan fungsi ukurnya seringkali dapat dilakukan dengan melihat sejauh mana kesesuaian antara hasil ukur instrumen tersebut dengan hasil ukur instrumen lain yang sudah teruji kualitasnya atau dengan ukuran-ukuran yang dianggap dapat menggambarkan aspek yang diukur tersebut secara reliabel. Dalam kasus seperti ini, instrumen yang telah teruji validitasnya atau ukuran yang dianggap tepat berlaku sebagai kriteria validasi.

Untuk keperluan pengujian validitasnya, instrumen yang mau diuji validitas konkurennya harus diambil dari kelompok subjek yang sama dengan instrumen yang telah teruji validitasnya. Korelasi antara skor subjek yang diperoleh dengan instrumen yang mau diuji validitasnya dengan skor subjek yang diperoleh dengan instrumen yang sudah diuji validitasnya, menunjukkan kekuatan validitas konkuren instrumen tersebut. Semakin tinggi koefisien korelasinya (mendekati 1), maka semakin baik validitas konkurennya.

Untuk memperjelas konsep perhitungan validitas konkuren, misalnya kita ingin menguji validitas konkuren instrument sikap terhadap mata pelajaran matematika yang disusun oleh lembaga tertentu (kita sebut tes X). sebagai kriterinya, kita ambil instrumen sikap terhadap matematika (The Attitudes Toward Mathematics Inventory-ATMI) yang dikembangkan oleh McLeod (1992) yang telah teruji validiasnya (kita sebut tes Y). Kedua instrumen tersebut diujikan pada sekelompok siswa (misalnya 10 orang siswa), dengan skor masing-masing seperti pada tabel 2.

Tabel 2. Ilustrasi Pengujian Validitas Konkuren
Nama Subjek
Skor Tes X
Skor Tes Y
Afiq
Enkawet
Ika
Leo
Peldi
Rifly
Surya
Uya
Yaya
Yusuf
78
76
68
42
58
70
56
64
54
46
64
62
56
40
62
64
62
48
48
38
Korelasi antara skor tes X dengan skor tes Y, r XY  =0.86

Tampak pada tabel 2, hasil perhitungan atas data fiktif untuk kedua tes X dan tes Y, diperoleh korelasi antara tes X dengan tes Y sebagai kriteria, yaitu r XY  =0.86. angka 0.86 merupakan koefisien validitas tes X. Azwar (2004) menyatakan bahwa ada perbedaan antara validitas prediktif dengan validitas konkuren, yaitu :
  • Waktu pengambilan data : pada validitas prediktif data yang dijadikan sebagai kriteria diperoleh setelah tenggang waktu tertentu sedangkan data validasi konkuren diperoleh bersama dengan data prediktornya;
  • Fungsi dari kriterianya : pada validasi prediktif kriterinya merupakan variabel perilaku yang hendak diprediksikan oleh tes sedangkan pada validasi konkuren kriterianya merupakan ukuran kesesuaian fungsi ukur tes yang bersangkutan. Dengan kata lain, kriteria pada validasi prediktif sudah diketahui terlebih dahulu sedangkan pada validasi konkuren menentukan kriteria yang layak tidak selalu mudah dilakukan.
Menurut yang ditetapkan oleh American Psycological Association ada 3 jenis validitas yaitu conten validity, construct validity dan criterion-related validity. Pada uraian diatas saya telah uraikan tentang criterion-related validity, dan untuk lengkapnya referensi Teman pembaca bisa langsung membaca tentang conten validity dan construct validity dengan mengklik tautan dibawah ini

terkait :