Kriteria Cerita yang Baik


Kriteria cerita yang baik: Hai Sobat pembaca, kali ini kita akan membahas materi mengenai hal apa saja yang menjadikan cerita dinilai baik. Berdasarkan pengamatan umum pada sejumlah besar ragam cerita, cerita yang baik memiliki kriteria antara lain seperti di bawah ini:
1 . Dipersatukan Dalam Plot
Plot atau alur cerita yang mempersatukan membuat aturan adegan yang berkesinambungan. Sehingga, suatu peristiwa membawa kita ke peristiwa selanjutnya (dengan hubungan sebab-akibat) secara wajar dan dengan logis. Setiap peristiwa atau konflik tumbuh secara alamiah, dipersiapkan, dan diselesaikan oleh unsur dalam plot itu sendiri. Penyelesaian masalah dengan peristiwa kebetulan harus tetap dipersiapkan. Kita juga bisa membuat sesuatu hal yang dapat menjadi alasan penyelesaian masalah walaupun untuk sementara hal tersebut luput (sengaja dibuat lupa) dari ingatan penonton.

2 . Dapat Diterima Akal (Logis)
Cerita yang dapat diterima akal memiliki kebenaran walaupun sifatnya relatif. Kebenaran ini ada beberapa macam, antara lain:
  • Kebenaran Nyata: Kebenaran nyata adalah kebenaran yang memiliki kemiripan umum dalam kehidupan yang kita jalani, termasuk yang belum dialami tetapi logis dan mungkin terjadi. Kebenaran tersebut diolah secara realistik atau naturalistik. Contohnya: film Cut Nyak Dien, menceritakan kebenaran berdasarkan kenyataan. 
  • Kebenaran Batin: Kebenaran batin adalah kebenaran yang bukan berasal dari aktualitas kebenaran sebenarnya, namun dibuat sedemikian rupa sehingga dapat diterima akal. Disebut kebenaran batin karena manusia juga memiliki subjektivitas berupa impian, rasa takut, dan kepercayaan yang polos terhadap sesuatu yang tidak rasional sehingga kebenaran tersebut hanya bisa dirasakan. Kecenderungan itu juga sejalan dengan naluri manusia yang mendambakan kebaikan: yang baik harus menang, yang jahat harus kalah. Kisah demikian dibuat untuk kepuasan batin. Contoh: Cinderella. Penonton tidak rela menyaksikan orang yang baik menderita sehingga berharap tokoh segera lepas dari penderitaan. 
  • Kebenaran Artistik: Kebenaran hasil rekayasa seni, dalam hal ini pembuat film. Dengan keterampilannya, mereka mengarahkan penonton dari dunia nyata ke dunia imajiner ceritanya. Jika terbentur dengan materi yang tidak diterima akal, ia mengubah suatu kemiripan kebenaran yang memadai. Karena rasa saling membutuhkan, ada semacam kesepakatan tersirat antara pembuat film dan penonton yang rela melepaskan rasa tak percaya menjadi keyakinan puitis. Contoh: Lord of the Ring, Harry Potter, Spongebob. Kebenaran karena kekaguman penonton pada imajinasi yang direalistikkan dengan teknik yang canggih dan properti serta setting artistic.
3 . Memiliki Konflik
Sebuah cerita selalu memunculkan aksi dan pengalaman sejumlah tokoh melalui adegan khusus menuju tujuan yang dapat diterima sebagai sesuatu yang berarti. Pengalaman yang dikisahkan selalu mempunyai karakter masalah atau konlik. Cerita yang hanya menyajikan pengalaman rutin atau biasa tidak akan menarik. Secara kasar, tidak ada konflik, tidak ada cerita.

Sebuah cerita sering memunculkan berbagai konflik. Konflik-konflik tersebut akan menginduk pada sebuah konflik besar yang komplek dan tidak mudah diselesaikan namun menyimpan arti penting dalam keseluruhan cerita. Macam konflik besar itu antara lain:
a . Konflik Eksternal
Konflik eksternal adalah tampak secara nyata dengan melibatkan unsur fisik. Konflik antara lain berupa konfrontasi antara pihak:
  • Individu dengan individu, baik individu pribadi atau perorangan maupun kelompok atau masyarakat, karena penyebab yang beragam.
  • Individu, sekelompok orang, atau masyarakat yang melawan kekuatan yang tidak manusiawi.
b . Konflik Internal
Konflik internal adalah konflik psikologi yang terjadi dalam jiwa seseorang. Konflik ini dapat dialami oleh setiap individu, namun yang disuguhkan sebagai cerita adalah konflik internal yang rumit dan kompleks hingga berdampak menjadi kompleks eksternal.

4 . Menarik
Menarik artinya mampu menahan penonton untuk terus terlibat dari awal hingga akhir kisah (walau ketertarikan bersifat subjektif). Seorang pembuat film akan membangun realitas ke suatu intensitas yang tinggi dengan menampilkan fakta yang unik atau harus diungkap karena misterius dan meniadakan hal-hal yang mengganggu, rutin, atau tidak penting. Cara menahan perhatian penonton antara lain dengan:
  • Suspense: Ketegangan karena menahan sejumlah informasi dramatik yang dapat memotivasi rasa penasaran penonton. 
  • Action: Gerak fisik atau batin dari pemain. Gerak fisik seperti perkelahian cenderung mudah dinikmati karena dapat dilihat langsung. Gerak batin seperti pertentangan sikap atau emosi cenderung tersembunyi dan menuntun banyak pemikiran, jadi harus diolah dengan berbagai variasi. 
  • Porsi Emosional: Materi emosional memiliki daya tarik sendiri, tapi jika diolah terlalu berlebihan hingga berkesan tidak wajar akan menimbulkan rasa muak. 
  • Sederhana dan Kompleks: Sederhana artinya dapat diungkapkan dengan mudah dan padat pada media sinematik tersebut. Batas kejenuhan rata-rata orang dalam membaca atau belajar, sekitar dua jam. Menyaksikan film yang menggunakan indera penglihatan dan pendengaran juga demikian. Dalam waktu tersebut harus terjadi perkembangan intensitas daya tarik dari yang sederhana hingga yang paling kompleks, sehingga mampu menahan penonton. Untuk itu tahapan struktur dramatik/plot harus diperhatikan.
Penggunaan struktur dramatik yang lazim yaitu:
  1. Eksposisi: Memperkenalkan tokoh-tokoh, memperlihatkan kaitan hubungan mereka, menempatkannya dalam waktu dan tempat yang logis. 
  2. Konflik: Mulai ditumbuhkan masalah yang berkembang makin jelas, intensif, dan berarti. 
  3. Komplikasi: Terjadi ketegangan dramatik, Bagian ini sangat menarik maka durasinya dipertahankan lebih lama dari struktur dramatik yang lain. 
  4. Klimaks: Puncak ketegangan ketika kedua kekuatan yang bertentangan saling berhadapan baik dengan action fisik dan emosional. 
  5. Resolusi: Penyelesaian konflik hasil dari klimaks, ketika keadaan menjadi tenang dan harmonis.
Selain itu ada juga yang disebut dengan in medias res. Istilah ini berasal dari bahasa Latin yang artinya di tengan action. Kisah langsung dimulai dari konflik karena masalah dianggap menyita perhatian penonton hingga waktunya lebih lama dan mengambil jatah eksposisi. Perhatian penonton diikat sejak awal. Bagian eksposisi disisipkan dengan flash-back.