Beberapa Jenis Teater Tradisional Nusantara: Lenong, Longser, Ketoprak, Ludruk, Arja, Kemidi Rudat, Kondobuleng, Dulmuluk, Randai, Makyong, dan Mamanda
Kata tradisi
berasal dari kata Inggris, tradition, yaitu; - buah pikiran,
kepercayaan, adat-istiadat, pandangan hidup yang diturunkan secara lisan dari
satu generasi ke generasi berikutnya. Yang dimaksud dengan teater tradisional
adalah; bentuk tontonan yang diwariskan nenek moyang secara turun-temurun
kepada masyarakat. Dramawan biasanya berupaya untuk mengaktualisasikan teater
tradisi itu dengan konsep-konsep kekinian, agar tontonan yang disuguhkan tidak
berjarak dengan penontonnya. Berikut beberapa jenis teater tradisional
nusantara yaitu lenong, longser, ketoprak, ludruk, arja, kemidi rudat,
kondobuleng, dulmuluk, randai, makyong, dan mamanda.
1. Lenong
Lenong merupakan
teater tradisional Betawi. Ada dua bentuk Lenong; Lenong Denes dan Lenong
Preman. Tontonan Lenong Denes (yang lakonnya tentang raja-raja dan
pangeran), sekarang sudah jarang kita jumpai, karena hampir tidak ada
penerusnya. Pertunjukan lenong Preman (yang lakonnya tentang rakyat
jelata), seperti yang kita kenal sekarang, pada mulanya, dimainkan semalam
suntuk. Karena jaman berkembang dan tuntutan keadaan, maka terjadi
perubahan-perubahan. Bersamaan dengan diresmikannya Pusat Kesenian Jakarta-
Taman Ismail Marzuki, lenong yang tadinya hanya dimainkan di kampung-kampung,
oleh SM. Ardan, dibawa ke Taman Ismail Marzuki, tapi waktu pertunjukannya
diperpendek menjadi satu atau dua setengah jam saja.
Teater
tradisional Betawi yang lain; Topeng Betawi, Topeng Blantek dan
Jipeng (Jinong).
- Lenong menggunakan musik Gambang Kromong
- Topeng Betawi menggunakan musik Tabuhan Topeng Akar
- Topeng Blantek menggunakan musik Tabuhan Reb
Baca juga: Makna dan Peran Teater
Bahasa yang
digunakan adalah bahasa Betawi. Berdasarkan sejarahnya, Lenong mendapat
pengaruh dari teater Bangsawan.
2. Longser
Salah satu teater
tradisional di Jawa Barat disebut Longser. Ada yang berpendapat,
bahwa kata Longser berasal dari kata Melong (melihat) dan seredet
(tergugah). Diartikan bahwa siapa yang melihat (menonton)
pertunjukan hatinya akan tergugah. Sebagaimana dengan tontonan teater
tradisional yang lain, tontonan Longser juga bersifat hiburan.
Sederhana, jenaka dan menghibur.
Tontonan Longser
bisa diselenggarakan di mana saja, karena tanpa dekorasi yang rumit. Dan
penonton bisa menyaksikannya dengan duduk melingkar.
3. Ketoprak
Teater
Tradisional yang paling populeh di Jawa Tengah adalah Ketoprak. Pada
mulanya Ketoprak hanyalah permainan orangorang desa yang sedang
menghibur diri dengan menabuh lesung di bulan Purnama, yang disebut gejogan.
Pada perkembangannya menjadi suatu bentuk tontonan teater tradisional yang
lengkap.
Semula disebut ketoprak
lesung, kemudian dengan dimasukkannya musik gendang, terbang, suling,
nyanyian dan lakon yang menggambarkan kehidupan rakyat di pedesaan, maka
lengkaplah Ketoprak sebagaimana yang kita kenal sekarang, yang pertama
kali dipentaskan sekitar tahun 1909.
4. Ludruk
Ludruk merupakan
teater tradisional Jawa Timur yang bersifat kerakyatan. Asal-muasalnya
dari Jombang. Menggunakan
bahasa Jawa dialek Jawa Timuran. Pada perkembangannya, Ludruk menyebar
ke daerah-daerah di sebelah barat, karesidenan Madiun, Kediri hingga ke Jawa
Tengah. Pada tontonan Ludruk, semua perwatakan dimainkan oleh laki-laki.
Cerita yang
dilakonkan biasanya tentang sketsa kehidupan rakyat atau masyarakat, yang
dibumbui dengan perjuangan melawan penindasan. Unsur parikan di dalam
Ludruk pengaruhnya sangat besar. Misalnya, parikan yang dilantunkan oleh
Cak Durasim di zaman penjajahan Jepang, yang membuat Cak Durasim berurusan
dengan kempetei Jepang. Begini bunyi parikan itu:
“Pagupon omahe
doro
melok Nipon
tambah soro”
Yang artinya,
kira-kira begini: (Pagupon rumahnya burung dara Ikut Nipon (Jepang) tambah sengsara).
5. Arja
Di Bali cukup
banyak bentuk teater tradisional. Di antara yang banyak itu, salah
satunya adalah Arja. Arja juga merupakan teater tradisional Bali
yang bersifat kerakyatan. Penekanan pada nontonan Arja adalah tarian dan
nyanyian. Pada awalnya tontonan Arja dimainkan oleh laki-laki, tapi pada
perkembangannya lebih banyak pemain wanita, karena penekanannya pada
tari.
Arja umumnya
mengambil lakon dari Gambuh, yaitu; yang bertolak dari cerita Gambuh.
Namun pada perkembangannya dimainkan juga lakon dari Ramayana dan
Mahabharata. Tokohtokoh yang muncul dalam Arja adalah Melung (Inye,
Condong) pelayan wanita, Galuh atau Sari, Raja
Putri, Limbur atau Prameswari, mantri dan lain
sebagainya.
6. Kemidi Rudat
Salah satu teater
tradisional yang terdapat di Nusa Tenggara Barat adalah Kemidi
Rudat. Tontonan Kemidi Rudat hampir sama dengan tontonan di
daerah-daerah lain. Bentuk tontonan Kemidi Rudat, pengajiannya
dalam bentuk drama, yang dikombinasi dengan tarian dan nyanyian.
Dialog yang dibawakannya pun seringkali dilakukan dalam nyanyian
melalui syair-syair yang berupa pantun.
Ada yang
mengatakan Rudat berasal dari kata Rodat, yang artinya
baris-berbaris. Dari tontonan teater tradisional Kemidi Rudat,
tampak pengaruh Bangsawan, yang berlatar-belakang kebudayaan Melayu. Irama
musiknya pun bernuansa Melayu. Dengan instrumen musik rebana, tambur, biola dan
gamelan. Bahkan lakon-lakonnya pun bersumber dari cerita Melayu lama dan
dialognya diucapkan dalam bahasa Melayu.
7. Kondobuleng
Kondobuleng merupakan
teater tradisional yang berasal dari suku Bugis, Makassar. Kondobuleng berasal
dari kata kondo (bangau) dan buleng (putih). Kondobuleng berarti
bangau putih. Tontonan Kondobuleng ini mempunyai makna simbolis.
Sebagaimana teater tradisional umumnya, tontonan Kondobuleng juga
dimainkan secara spontan. Ceritanya simbolik, tentang manusia dan burung
bangau. Dan dimainkan dengan gaya lelucon, banyolan yang dipadukan dengan gerak
stilisasi. Yang unik dari tontonan ini adalah tidak adanya batas antara
karakter dengan properti yang berlangsung pada adegan tertentu. Mereka pelaku,
tapi pada adegan yang sama mereka adalah perahu yang sedang mengarungi
samudera. Tapi pada saat itu pula mereka adalah juga penumpangnya.
8. Dulmuluk
Dulmuluk adalah
teater tradisional yang berasal dari Palembang, Sumatera Selatan. Nama dulmuluk
diambil dari nama tokoh cerita yang terdapat dalam Hikayat Abdoel
Moeloek. Teater tradisional Dulmuluk ini juga dikenal dengan sebutan
Teater Indra Bangsawan. Tontonan Dulmuluk ini juga menggunakan
sarana tari, nyanyi dan drama sebagai bentuk ungkapannya, dan musik merupakan
bagian yang tidak terpisahkan dari tontonan, karena pemain juga menyanyikan
dialog-dialognya.
Humor dan
banyolan sangat dominan dalam tontonan Dulmuluk, yang memadukan
unsur-unsur tari, nyanyi dan drama ini.
9. Randai
Teater
Tradisional Randai yang berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat
ini bertolak dari sastra lisan yang disebut kaba (yang artinya
“cerita”). Kaba yang berbentuk gurindam dan pantun didendangkan
dengan iringan saluang, rabab, bansi dan rebana.
Tontonan berlangsung dalam pola melingkar berdasarkan gerakgerak tari
yang bertolak dari silat. Gerak-gerak silat ini disebut gelombang.
Cerita-cerita yang digarap menjadi tontonan adalah cerita-cerita lisan
berupa legenda dan dongeng yang cukup popular di tengah masyarakat.
Randai adalah
tontonan yang menggabungkan musik, nyanyian tari, drama dan seni
bela-diri silat. Umumnya dipertontonkan dalam rangka upacara adat atau
festival.
10. Makyong
Teater
tradisional makyong berasal dari pulau Mantang, salah satu
pulau di daerah Riau. Pada mulanya tontonan makyong berupa tarian dan
nyanyian, tapi pada perkembangannya kemudian dimainkan cerita-cerita
rakyat, legenda-legenda dan cerita-cerita kerajaan. Makyong juga
digemari oleh para bangsawan dan para sultan, sehingga sering
dipertontonkan di istana-istana.
Tontonan Makyong
diawali dengan upacara yang dipimpin oleh seorang panjak (pawang)
agar semua yang terlibat dalam persembahan diberi keselamatan. Unsur
humor, tari, nyanyi dan musik mendominasi tontonan.
Tidak seperti
tontonan teater tradisional yang lain, dimana umumnya dimainkan oleh
laki-laki, pada tontonan Makyong yang mendominasi justru
perempuan. Kalau pemain laki-laki muncul, mereka selalu memakai topeng,
sementara pemain wanita tidak memakai topeng.
Cerita lakon yang
dimainkan berasal dari sastra lisan berupa dongeng dan legenda yang
sudah dikenal oleh masyarakat.
11. Mamanda
Teater
Tradisional Mamanda berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Tahun 1897, datanglah rombongan Bangsawan Malaka ke Banjar Masin, yang
ceritanya bersumber dari syair Abdoel Moeloek. Meskipun
masyarakat Banjar sudah mengenal wayang, topeng, joget, Hadrah, Rudat,
Japin, tapi rombongan Bangsawan ini mendapat tempat tersendiri di
masyarakat.
Pada
perkembangannya nama Bangsawan merubah menjadi Badamuluk. Dan berkembang
lagi menjadi Bamanda atau mamanda. Kata Mamanda berasal
dari kata “mama” berarti paman atau pakcik dan “nda” berarti
“yang terhormat”. Mamanda berarti “Paman yang terhormat”. Struktur dan
perwatakan pada tontonan Mamanda sampai sekarang tidak berubah. Yang
berubah hanyalah tata busana, tata musik dan ekspresi artistiknya.
Comments
Post a Comment